Wednesday, December 14, 2016

,

 URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER
UNTUK MENCETAK GENERASI UNGGUL

Oleh : Hera Yunita Siregar


Indonesia diperkirakan mendapat bonus demografi pada tahun 2020 sampai tahun 2030. Bonus demografi sendiri didefinisikan sebagai keuntungan yang didapatkan suatu negara karena jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) jumlahnya jauh melebihi jumlah penduduk usia anak-anak (kurang dari 15 tahun) dan jumlah penduduk usia tua (65 tahun keatas). Diperkirakan jumlah penduduk usia produktif pada rentan tahun 2020 sampai 2030 adalah sekitar 180 juta jiwa, dimana jumlah ini mencangkup sekitar 70% dari total penduduk Indonesia. (Badan Pusat Statistik). Dengan kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki dan bonus demografi yang ada, maka bukan tak mungkin Indonesia menjadi salah satu poros utama kekuatan dunia di masa yang akan datang. Kualitas SDM sendiri berkorelasi dengan kualitas pendidikan, dalam artian karakter Generasi Emas 2030 ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diterima peserta didiknya.

 Karakter menjadi bagian penting dalam proses kegiatan pendidikan. Karakter seseorang dapat dirubah atau dibentuk melalui kegiatan pendidikan. Pendidikan yang baik akan menyebabkan karakter seseorang menjadi baik, dan pendidikan yang buruk akan menyebabkan karakter seseorang menjadi buruk. Pendidikan karakter secara harfiah dapat diartikan merubah atau membentuk watak, perilaku, perangai, tabi’at, dan kepribadian seseorang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Sedangkan secara esensial pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratnya menuju ke arah peradaban  manusia yang lebih baik.

Pendidikan karakter bangsa sebagaimana digambarkan tersebut di atas dewasa ini dalam keadaan mengkhawatirkan. Hal ini antara lain dapat ditujukkan dengan meningkatnya praktek pelanggaran hukum, seperti penyalahgunaan narkoba, melakukan hubungan seks di luar nikah, praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, tawuran antar pelajaran, konflik sosial, premanisme,  tindakan kekeran, pembunuhan dan lain sebagainya. Keadaan yang demikian menyebabkan kehidupan manusia semakin tidak nyaman, menimbulkan rasa cemas dan ketakutan, dan semakin mengkhawatirkan tentang masa depan bangsa.

Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya krisis pendidikan karakter yang berdampak pada melemahnya kekuatan Indonesia sebabagi negara dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia. Pertama, dunia pendidikan telah melupakan tujuan utamanya, yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam pembelajarannya. Dunia pendidikan kita sangat meremehkan mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter. Di lain pihak, tidak dipungkiri, bahwa pelajaran-pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Pendidikan Agama, Ilmu Pengetahuan Sosial dalam pelaksanaan pembelajarannya lebih banyak menekankan pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotorik. Di samping itu, penilaian dalam mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan belum secara total mengukur sosok utuh untuk pribadi siswa.

                 Kedua, dunia pendidikan di Indonesia saat ini terjebak pada menyiapkan manusia dadakan atau manusia “instant”. Disadari atau tidak, kita pada saat ini telah digiring untuk membentuk anak kita menjadi manusia-manusia instant yang sekali pakai, dan tidak bertahan lama. Hal ini semakin terasa ketika menjelang ujian akhir sekolah atau ujian nasional. Pada saat itu banyak orang tua yang dengan gencarnya mencari lembaga bimbingan belajar untuk men-drill dan “memaksakan” anak-anaknya agar bisa menguasai bidang studi yang diujikan, dalam waktu yang relatif singkat.  Keadaan ini dilakukan semata-mata untuk mengejar nilai tertinggi untuk bidang ilmu pengetahuan, sains, teknologi dan bahasa Inggris. Betapa banyak orang tua yang seolah-olah mengecilkan arti pendidikan yang telah dikenyam oleh anaknya selama ini, apabila pada akhir masa sekola nilai ujian anaknya jelek. Sementara itu, perilaku-perilaku yang baik seperti taat pada orang tua dan guru, rajin shalat, tidak suka berbohong, berani memimpin, dan perilaku baik lainnya, jarang disentuh orang tua sebagai kriteria keberhasilan suatu pendidikan.


                 Berbagai keterpurukan bangsa Indonesia sebagaimana tersebut di atas, menunjukkan keterpurukan dalam bidang karakter. Oleh karena itu, merupakan langkah yang positif ketika pemerintah (Mendikbud) merevitalisasi pendidikan karakter dalam seluruh jenis dan jenjang pendidikan. Melalui pendidikan karakter, kita berharap bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat, dan masyarakatnya memiliki nilai tambah (added value), dan nilai jual yang bisa ditawarkan kepada orang lain dan bangsa lain di dunia, sehingga kita bisa bersaing, bersanding, bahwa bertanding dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan global.

0 comments:

Post a Comment