URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER
UNTUK MENCETAK
GENERASI UNGGUL
Oleh : Hera Yunita Siregar
Indonesia diperkirakan
mendapat bonus demografi pada tahun 2020 sampai tahun 2030. Bonus demografi
sendiri didefinisikan sebagai keuntungan yang didapatkan suatu negara karena
jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) jumlahnya jauh melebihi jumlah
penduduk usia anak-anak (kurang dari 15 tahun) dan jumlah penduduk usia tua (65
tahun keatas). Diperkirakan jumlah penduduk usia produktif pada rentan tahun
2020 sampai 2030 adalah sekitar 180 juta jiwa, dimana jumlah ini mencangkup
sekitar 70% dari total penduduk Indonesia. (Badan Pusat Statistik). Dengan kekayaan sumberdaya alam yang
dimiliki dan bonus demografi yang ada, maka bukan tak mungkin Indonesia menjadi
salah satu poros utama kekuatan dunia di masa yang akan datang. Kualitas SDM
sendiri berkorelasi dengan kualitas pendidikan, dalam artian karakter Generasi
Emas 2030 ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diterima peserta didiknya.
Karakter menjadi bagian penting dalam proses
kegiatan pendidikan. Karakter seseorang dapat dirubah atau dibentuk melalui
kegiatan pendidikan. Pendidikan yang baik akan menyebabkan karakter seseorang
menjadi baik, dan pendidikan yang buruk akan menyebabkan karakter seseorang
menjadi buruk. Pendidikan karakter secara harfiah dapat diartikan
merubah atau membentuk watak, perilaku, perangai, tabi’at, dan kepribadian
seseorang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Sedangkan secara esensial
pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak
baik lahir maupun batin, dari sifat kodratnya menuju ke arah peradaban manusia yang lebih baik.
Pendidikan karakter bangsa sebagaimana
digambarkan tersebut di atas dewasa ini dalam keadaan mengkhawatirkan. Hal ini
antara lain dapat ditujukkan dengan meningkatnya praktek pelanggaran hukum,
seperti penyalahgunaan narkoba, melakukan hubungan seks di luar nikah, praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme, tawuran antar pelajaran, konflik sosial, premanisme, tindakan kekeran, pembunuhan dan lain
sebagainya. Keadaan yang demikian
menyebabkan kehidupan manusia semakin tidak nyaman, menimbulkan rasa cemas dan
ketakutan, dan semakin mengkhawatirkan tentang masa depan bangsa.
Terdapat
sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya krisis pendidikan karakter yang
berdampak pada melemahnya kekuatan Indonesia sebabagi negara dibandingkan
bangsa-bangsa lain di dunia. Pertama,
dunia pendidikan telah melupakan tujuan utamanya, yaitu mengembangkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Dunia
pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan,
tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam pembelajarannya.
Dunia pendidikan kita sangat meremehkan mata pelajaran yang berkaitan dengan
pembentukan karakter. Di lain pihak, tidak dipungkiri, bahwa
pelajaran-pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), Pendidikan Agama, Ilmu Pengetahuan Sosial
dalam pelaksanaan pembelajarannya lebih banyak menekankan pada aspek kognitif
daripada aspek afektif dan psikomotorik. Di samping itu, penilaian dalam
mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan belum secara total
mengukur sosok utuh untuk pribadi siswa.
Kedua, dunia pendidikan di Indonesia saat ini terjebak pada
menyiapkan manusia dadakan atau manusia “instant”.
Disadari atau tidak, kita pada saat ini telah digiring untuk membentuk anak
kita menjadi manusia-manusia instant
yang sekali pakai, dan tidak bertahan lama. Hal ini semakin terasa ketika
menjelang ujian akhir sekolah atau ujian nasional. Pada saat itu banyak orang
tua yang dengan gencarnya mencari lembaga bimbingan belajar untuk men-drill dan “memaksakan” anak-anaknya agar
bisa menguasai bidang studi yang diujikan, dalam waktu yang relatif
singkat. Keadaan ini dilakukan
semata-mata untuk mengejar nilai tertinggi untuk bidang ilmu pengetahuan, sains,
teknologi dan bahasa Inggris. Betapa banyak orang tua yang seolah-olah
mengecilkan arti pendidikan yang telah dikenyam oleh anaknya selama ini,
apabila pada akhir masa sekola nilai ujian anaknya jelek. Sementara itu,
perilaku-perilaku yang baik seperti taat pada orang tua dan guru, rajin shalat,
tidak suka berbohong, berani memimpin, dan perilaku baik lainnya, jarang
disentuh orang tua sebagai kriteria keberhasilan suatu pendidikan.
Berbagai keterpurukan bangsa
Indonesia sebagaimana tersebut di atas, menunjukkan keterpurukan dalam bidang
karakter. Oleh karena itu, merupakan langkah yang positif ketika pemerintah
(Mendikbud) merevitalisasi pendidikan karakter dalam seluruh jenis dan jenjang
pendidikan. Melalui pendidikan karakter, kita berharap bangsa ini menjadi
bangsa yang bermartabat, dan masyarakatnya memiliki nilai tambah (added value), dan nilai jual yang bisa
ditawarkan kepada orang lain dan bangsa lain di dunia, sehingga kita bisa
bersaing, bersanding, bahwa bertanding dengan bangsa-bangsa lain dalam
percaturan global.
0 comments:
Post a Comment